Direktur Lemasa Stignal Beanal dan Tokoh Amungme Nyatakan Tolak Musdat di Hotel Cartenz

Direktur Eksekutif Lemasa, Stingal Johnny Beanal bersama Anggota Dewan Pendiri Lemasa, Johanis Kasamol didampingi para petuah 11 wilayah adat dalam konferensi pers bersama wartawan di Lahan Pembangunan Kantor Lemasa, Jl. Kelimutu, Mimika Papua Tengah, Kamis (19/1/2023). (Foto: Wahyu/APN).

Timika, APN – Menyikapi adanya musyawarah adat (Musdat) Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (Lemasa) yang diselenggarakan sejumlah tokoh Amungme di Hotel Cartenz mendapat penolakan dari Lemasa pimpinan Johnny Beanal S.sos dengan menggelar jumpa pers di Lahan Pembangunan Kantor Lemasa di Jl. Kelimutu, Mimika Papua Tengah, Kamis (19/1/2023),

Pada kesempatan itu, Direktur Eksekutif Lemasa, Stingal Johnny Beanal S.sos diampingi Anggota Dewan Pendiri Lemasa, Johanis Kasamol SE, didampingi petuah 11 wilayah adat, dan Ketua Amungme Naisorei Lemasa, Yoel Beanal.

Dalam pernyataan sikapnya, Stingal bersama Yohanes Kasamol beserta para petuah dari 11 wilayah adat mengklaim, penyelenggaraan Musyawarah Adat Ke-III yang mengatas namakan kelembagaan Lemasa bahkan menggunakan atribut dan logo kelembagaan itu hanya bertumpu pada kepentingan pribadi oknum-oknum tokoh Amungme yang sengaja digiring dalam Musdat. Karena sesungguhnya, Pimpinan Tertinggi Lemasa tidak mengeluarkan rekomendasi pelaksanaan Musyawarah Adat (Musdat) 2023 terhadap siapapun.

“Kami mohon agar setiap anak Amungme yang ada di bumi Amungsa jaga citra ini baik-baik, ini warisan yang tetap akan menjadi warisan untuk kita nyatakan diri kita seperti apa, jangan sampai ada yang salah menggunakan, salah mengartikan, sehingga kita menjadi tangan kanan dia bisa pakai mematahkan tangan kirim atau tangan kiri dia bisa mematahkan tangan kanan, ini jangan, kita bukan satu tubuh lagi nantinya,” pesan Anggota Dewan Pendiri Lemasa, Kasamol.

“Kami selaku Anggota Dewan Pendiri Lemasa memohon supaya jaga persatuan dan kesatuan dan keutuhan, dan kalau mau mencari dan berupaya untuk menyambung hidup, yang sewajarnya dan ikut aturan-aturan negara yang berlaku, tidak semena-mena,” sambungnya.

Sedangkan Sitgnal menyatakan, berdasarkan Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Lemasa, syarat utama Musdat adalah rekomendasi penyelenggaraan Musdat yang dikeluarkan badan pendiri Lemasa melalui Ketua Amungme Naisorei (Ketua Dewan Adat). Selanjutnya rekomendasi penyelenggaraan Musyawarah Adat tersebut diserahkan secara resmi kepada Direktur Eksekutif Lemasa sebagai pelaksana harian untuk mempersiapkan panitia Musdat.

Namun pimpinan Lemasa sangat menyayangkan Musdat di Hotel Cartenz. Mereka mengklaim, Musdat yang diselenggarakan adalah ilegal dan tidak memiliki legalitas hukum yang jelas, tidak sesuai mekanisme, prosedur serta aturan yang berlaku didalam kelembagaan adat Lemasa.

Para pemimpin tertinggi Lemasa menyampaikan secara tegas kepada oknum suku Amungme yang telah mengatasnamakan diri sebagai mandatori Torei Negel untuk segera mempertanggungjawabkan legalitasnya dihadapan pimpinan tertinggi Lemasa dan juga kepada publik (Suku Amungme) di Amungsa sebagai bukti kekuatan hukum termasuk surat keputusan yang diberikan kepada Ketua Dewan Adat.

Oleh karena itu, realita menunjukkan bahwa kelembagaan Lemasa telah menyelenggarakan Musyawarah Adat (Musdat) pertama pada tahun 1994 dan Musdat kedua pada tahun 2007 silam sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang tercantum dalam kelembagaan adat Masyarakat Amungme itu melalui rekomendasi penyelenggaraan Musdat Lemasa oleh Badan Pendiri Lemasa dan Ketua Amungme Naisorei Lemasa kala itu.

“Oleh karena itu, pimpinan Lemasa menyampaikan sikap secara tegas bahwa Musyawarah Adat Lemasa akan diselenggarakan pada tahun 2026 mendatang sesuai dengan berakhirnya masa kepemimpinan Direktur Eksekutif Lemasa,” tegas Direktur Eksekutif Lemasa, Stingal Johnny Beanal kepada wartawan.

Johnny melanjutkan, sesuai AD/ART Lemasa Pasal : 18 ayat 2 tentang masa jabatan seorang Direktur Eksekutif Lemasa berlaku selama 5 tahun. Adapun Struktural Kelembagaan Adat Lemasa yang baku atau yang berlaku sampai saat ini adalah sebagai berikut. Badan Pendiri Lemasa, Amungme Neisorel (Dewan Adat) Lemasa, Nerek Neisorei ( 11 Wilayah Adat) Lemasa, Nol Neisorei Lemasa Serta Stuktur Pelaksana ((Direktur) Lemasa terdiri dari Sekretaris Lemasa, Bendahara Lemasa dan Staf atau Karyawan Lemasa.

“Saya rasa siapapun boleh berbicara Amungme punya hak, Amungme punya honai silahkan, tapi aturan dan prosedur selalu melekat erat kepada setiap orang, Lemasa punya anggaran dasar yang jelas, Lemasa punya anggaran rumah tangga yang jelas, Lemasa punya struktur organisasi yang jelas, struktur organisasi Lemasa itu jelas bahwa ada badan pendiri Torei Negel, Dewan Adat atau Amungme Naisorei sampai dengan staf dan direktur sebagai pelaksana,” papar Stignal.

“Saya kira merasa bahwa anak Amungme mari kita bicara sama-sama dalam honai, jangan kita bicara tentang Lemasa karena itu apa yang disampaikan oleh para pendiri bahwa Lemasa itu adalah jati diri, harga diri orang Amungme, kalau merasa Amungme mari kita bicara sama-sama dalam honai, kemudian tindak lanjutnya seperti apa kita bicara tentang Amungme, Amungsa, Amungor kedepan seperti apa, itu yang jauh lebih penting supaya orang melihat nilai kita, orang melihat harga diri kita,” lanjutnya.

Stignal menegaskan, jika yang bersangkutan tidak mempertanggungjawabkan terhadap pimpinan tertinggi Lemasa maka pimpinan Lemasa akan melaporkan kepada penegak hukum (Polres Mimika. Dandim Mimika, Kejaksaan MImika, PN, PTUN dan Kapolda Papua). Karena sekelompok tokoh Suku Amungme tersebut dianggap berniat untuk menciptakan konflik serta memecah-belah terhadap keutuhan Suku Amungme di Amungsa.

Apalagi menurutnya, isu musdat 2023 tersebut benar-benar memprovokasi Masyarakat Adat Suku di Kabupaten Mimika sehingga diasumsikan akan menimbulkan konflik sosial sehingga akan menganggu keamanan, kenyamanan, serta ketertiban di Kabupaten Mimika, terutama sekelompok Oknum Suku Amungme telah mengunakan atribut Kelembagaan Adat Lemasa seperti cap, logo, kop surat dan nama Lemasa tanpa sepengetahuan pimpinan Lemasa yang sah.

“Harapan saya masyarakat tetap tenang, masyarakat tetap diam, masyarakat tidak memprovokasi ke masyarakat yang lain karena ini hanya Amungme dan Amungme, bukan dengan yang lain, timika harus damai, tenang, tentram, kenyamanan keamanan ketertiban kita jaga sama-sama untuk kedepan,” ujarnya.

“Kami belum pernah tau, belum pernah memberikan surat resmi untuk kami atau izin secara resmi untuk menggunakan atribut lembaga itu tidak pernah ada sampai dengan saya ini, itu saya kira kita sebagai warga negara Indonesia yang taat akan hukum tetap ada waktu kita akan proses itu karena ini nama baik Lembaga,” pungkasnya.

Penulis: WahyuEditor: Sani

Tinggalkan Pesan Anda