
Timika, antarpapuanews.com – Fraksi DPRD Mimika menyayangkan kegiatan fisik pelebaran jalan C Heatubun tanpa ada sosialisasi sebelumnya, dan menghitung ganti rugi rumah-rumah warga yang menjadi dampak pelebaran jalan.
Selain itu, kegiatan fisik pelebaran jalan C Heatubun senilai Rp.20 Miliar yang dikerjakan oleh salah satu kontraktor di Mimika yang tidak sesuai dengan rencana.
“Proyek pelebaran jalan Baru menuju bandara baru dengan anggaran Rp.20 miliar dikerjakan oleh kontraktor FUM, yang menurut laporan masyarakat dan anggota dewan, proyek pelebaran jalan itu sebenarnya dari Advent ke bandara baru, tetapi tidak tahu bagaimana dialihkan ke arah Imigrasi,” kata Leo Kocu saat ditemui di ruang Fraksi Mimika Bangkit bersama beberapa anggota DPRD lainnya, Selasa (8/9).
Ia menjelaskan, paling tidak sebelum ada pelebaran jalan, dinas PU bersama Dinas Pertanahan didampingi pihak Lurah bisa mensosialisasikan rencana pelebaran jalan tersebut dan mengganti rugi. Karena akibat dari pelebaran jalan yang tidak sesuai rencana akan mengakibatkan kerugian bagi warga yang berada di pinggir jalan.
“Akibat pelebaran jalan itu pasti rumah warga yang berada di pinggir jalan akan dibongkar, dan menurut warga bahwa tidak ada sosialisasi, seakan-akan dikejar waktu,” jelasnya.
Ia menambahkan, belajar dari persoalan tanah yang tidak kunjung diselesaikan pembayaran oleh pemerintah dari tahun ketahun di Kabupaten Mimika, padahal berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, maka pemerintah harus menganggarkan ganti rugi terlebih dulu baru proses pelebaran jalan dilakukan.
“UU nomor 2 tahun 2012 bahwa bila negara menggunakan tanah untuk kepentingan pembangunan dan lain-lain, setidaknya diatur secara baik bersama masyarakat dengan mengganti rugi, jangan ada kesan buruk seperti di tempat yang lain,” jelasnya.
Untuk itu, pihak dewan meminta klarifikasi dari kontraktor yang menangani pekerjaan fisik dan juga pihak PU terkait pelebaran jalan tersebut, yang mana belum ada sosialisasi sebelumnya kepada warga namun pekerjaan sudah dilaksanakan.
“Harus ada klarifikasi dari kontraktor terkait informasi warga. Kenapa proyek itu dialihkan ke tempat lain, apakah proyek ini menjadi target prioritas tahun ini atau tidak, apakah tidak bisa ditunda,” ungkapnya.
Sementara itu, Anggota Fraksi MB Reddy Wijaya mengatakan, pihak pemerintah telah memberitahukan secara lisan terkait ganti rugi tersebut. Hanya saja warga mengharapkan tidak hanya sekedar penyampaian secara lisan, tetapi kalau bisa penyampaian secara tertulis kepada warga sebagai dasar.
“Mereka telah mendata dan akan ganti rugi, cuma ganti ruginya seperti apa,” kata Reddy.
Menurutnya, pemerintah harus merubah pola yang selama ini dilakukan. Terkesan “pukul dulu baru tanya”, artinya proyek berjalan dulu baru pemberitahuan kepada masyarakat. Pola tersebut yang harus dirubah.
Yang semestinya digunakan oleh pemerintah yaitu, melakukan sosialisasi kepada warga, kemudian menganggarkan untuk ganti rugi bangunan yang menjadi dampak pelebaran jalan untuk dibayarkan tahun depan sekaligus pelaksanaan kegiatan fisiknya, sehingga tidak menimbulkan masalah dikemudian hari.
“Harusnya, sebelum pelebaran jalan, tahun ini pemerintah sosialisasi dan anggarkan untuk ganti rugi, tahun depan baru kegiatan dilaksanakan,” jelasnya. (mrc)